Makalah Softskill
Teori Organisasi Umum 2
Di susun oleh : Baby Dian Pertiwi (19110235/2KA03)
Bab 1
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Program Bantuan Pendampingan bertujuan untuk memberikan bantuan pendampingan kepada masyarakat miskin di perdesaan (atau anggota pokmas) dalam membantu menghidupkan dan mengembangkan pokmas sebagai wadah peningkatan kesejahteraan. Dalam melaksanakan perannya seorang pendamping harus menghargai kemandirian pokmas. Artinya, keputusan tertinggi tetap ada di tangan pokmas. Dengan semakin tumbuh dan berkembangnya pokmas, kebutuhan akan tenaga pendamping diharapkan akan semakin berkurang sehingga Pokmas akhirnya benar-benar mandiri.
Ada tiga kategori pendamping dalam program IDT, yaitu Pendamping Lokal, Pendamping Teknis, dan Pendamping Khusus. Pendamping lokal adalah pendamping yang berasal dari anggota masyarakat desa setempat serta dari Kader Pembangunan Desa (KPD) yang pembinaannya dilakukan oleh Kantor Pembangunan Masyarakat Desa (PMD) yang ada di bawah struktur Departemen Dalam Negeri. Pendamping teknis adalah pendamping yang berasal dari petugas penyuluh lapangan dari instansi sektoral terkait, seperti Petugas Penyuluh Lapangan dari Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, BKKBN, dan sebagainya. Untuk data KPD dan PPL masing-masing.
Pendamping khusus berasal dari para sarjana yang ditugaskan khusus untuk mendampingi pokmas secara purna waktu. Pendamping khusus ini selanjutnya disebut dengan Sarjana Pendamping Purna Waktu (SP2W). SP2W terdiri dari unsur Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima Bea Siswa Supersemar (KMA-PBS), Perguruan Tinggi dan Pemerintah Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui Sarjana Penggerak Pembangunan Perdesaan (SP3), Departemen Tenaga Kerja melalui Tenaga Kerja Mandiri Profesional (TKMP), Departemen Sosial melalui Petugas Sosial Kecamatan (PSK).
Mengingat peran penting SP2W dalam pelaksanaan program IDT, maka diperlukan dukungan dan pembinaan yang terus menerus dan berkelanjutan, baik dukungan berupa biaya hidup, biaya operasional, perhatian dan penghargaan, maupun pembinaan berupa peningkatan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan komitmen dari para SP2W. Untuk SP2W yang berada dibawah pengelolaan dan pembinaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Tenaga Kerja, dan Departemen Sosial, semuanya dilakukan oleh departemen masing-masing. Khusus untuk pengelolaan dan pembinaan SP2W yang berasal dari KMA-PBS dan unsur Perguruan Tinggi dan Pemerintah Daerah serta pembinaan sumber daya manusia di desa-desa tertinggal, Bappenas membentuk Proyek Pembinaan Khusus Desa Tertinggal (PKDT).
2. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pelaksanaan anggaran bantuan Inpres Desa Tertinggal pada tahun 1994 hingga 1997?
3. ASUMSI YANG DI PERGUNAKAN
· Setiap anggota pokmas memliliki kesempatan yang sama untuk menerima bantuan uang tunai IDT dan digunakan secara optimal artinya setiap anggota pokmas yang menerima bantuan uang tunai IDT memiliki kesempatan yang sama untuk mengelola dana tersebut secara maksimal dan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki sehingga dapat dikembangkan kembali sebagai modal bergulir dan faktor- faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan/tetap.
· Variabel partisipasi anggota pokmas yang mempengaruhi kemampuan pengembangan dana IDT sebagai dana bergulir dianggap tidak dipengaruhi oleh kekuatan lain di luar anggota pokmas. Keadaan anggota pokmas dari aspek potensi sumber daya alam, potensi sumber daya manusia, lingkungan fisik dan sosial budaya dianggap sama.
Bab 2
LANDASAN TEORI
A. Pandangan Mengenai Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah manusia di negri ini yang telah lama di rasakan masyarakat di dunia dan sulit mengatasinya.
Kemiskinan adalah sebuah fenomena yang paling tidak bersahabat untuk dirasakan oleh manusia didunia ini karena secara realities kemiskinan menunjukkan ketidakcukupan bagi komunitas yang merasakannya. Namun, dengan demikian tidak jarang kemiskinan menjadi sebuah komoditas bagi sebagian komunitas lain untuk mendapatkan keuntungan dengan cara mengekpolitasi kemiskinan, melalui sebuah upaya pembenaran situasional dengan berbagai argument teotritis di dalamnya dan semata-mata untuk memajukan kepentingan pribadi maupun golongan. Kemiskinan di tandai dengan sikap yang seakan-akan mereka menerima keadaan. Mengamati secara mendalam tentang kemiskinan akan muncul berbagai tipologi dan dimesi kemiskinan karena kemiskinan multikompleks, dinamis dan berkaitan dengan ruang dan waktu. Kemiskinanpun terbagi enam macam yaitu :
1. Kemiskinan absolute adalah kemiskinan yang di ukur dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
2. Kemiskinan relative adalah penduduk yang telah memiliki pendapatan sudah mencapai kebutuha dasar namun jauh lebih rendah di banding keadaan masyarakat sekitar.
3. Kemiskinan structural adalah kemiskinan yang terjadi disebabkan oleh ketidakmerataan terhadap sumbernya karena struktur dan peran seseorang dalam masyarakat
4. Kemiskinan cultural adalah kemiskinan yang memandang factor budaya dan kebiasaan(cultural) yang menjadi penyebab utama kemiskinan
5. Kemiskinan sementara adalah kemiskinan yang terjadi sebab adanya bencana alam
6. Kemiskinan kronis adalah kemiskinan yang terjadi pada mereka yang kekurangan keterampilan, asset dan stamina.
Adapun beberapa penyebab kemiskinan diantaranya :
1. Secara makro, kemiskinan muncul karea ada ketidaksamaan pola pemikiran sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitas rendah
2. Kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal
3. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas yang rendah berarti produktivitas juga rendah maupun upah yang rendah.
Ketiga penyebab kemiskinan itu bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty), keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, kurangnya modal, rendahnya produktivitas. Logika yang di kemukakan Nurkse yang di kutip Kuncoro yang mengemukakan bahwa Negara miskin itu miskin di karenakan dia miskin (a poor country is poor because it’s poor).
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberlanjutan Pemanfaatan Dana bergulir IDT
Beberapa faktor yang mempengaruhi dana bergulir IDT yaitu :
a) Pemanfaatan dana IDT
Dalam pelaksanaan program IDT terdapat beberapa prinsip yang saling berkaitan untuk menjelaskan konsep pemanfaatan dana bergulir IDT. Beberapa prinsip itu antara lain sebagai berikut:.
1. Dana yang disalurkan pemerintah kepada masyarakat melalui program IDT sesuai dengan Inpres No.5 tahun 1993 merupakan bantuan khusus bagi masyarakat miskin yang berupa modal kerja sebagai hibah bergulir (Revolving Grant) dengan bimbingan teknis pemerintah untuk pembinaan, penyuluhan dan motivasi. Bantuan tersebut secara kualitatif sangat memerlukan sistem dan mekanisme yang mudah, ringan dan cepat dipahami. Pada prisipnya dana bergulir itu adalah sumber dana yang disalurkan pemerintah kepada anggota pokmas di desa tertinggal sebagai pinjaman untuk dipergunakan secara produktif dan harus dikembalikan sesuai kesepakatan anggota pokmas.
2. Prinsip Keberlanjutan Pemanfaatan Dana IDT
Penanggulangan kemiskinan secara terencana dan terkoordinir telah diupayakan pemerintah untuk dilaksanakan melalui prinsipprinsip pokok perencanaan kegiatan IDT yang digunakan sebagai
pegangan yaitu sebagai berikut:
1) Prinsip keterpaduan;
2) Prinsip kepercayaan;
3) Prinsip kebersamaan dan kegotongroyongan;
4) Prinsip kemandirian;
5) Prinsip ekonomi;
6) Prinsip keberlanjutan.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan kemacetan dana yaitu
sebagai berikut:
· Bagi pemakai dana berputar baik individu maupun kelompok sebaiknya dikenai persyaratan supaya ada motivasi berusaha dan sudah memulai aktivitas produktif sehingga dana berputar tidak hanya dianggap sekedar sebagai hadiah cumacuma melainkan sebagai kebutuhan yang pemanfaatannya harus dipertanggungjawabkan
· Lembaga yang akan diserahi untuk mengelola dana yang akan berputar harus betul-betul sudah siap karena lembaga ini yang nantinya akan memantau pemanfaatannya. dan mengatur penyebarannya pada pemakai berikutnya
· Perlu diciptakannya mekanisme kontrol dari masyarakat itu sendiri melalui penyebarluasan penggunaan dana berputar kepada masyarakat.
3. Kelompok Masyarakat
Kelompok sasaran program IDT adalah kelompok masyarakat yang lebih dikenal dengan pokmas yaitu penduduk miskin yang bermukim di desa yang dikategorikan tertinggal. Mereka merupakan
kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah, terbatas kemampuan dan aksesnya dalam mendapatkan pelayanan, prasarana, permodalan, untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam menghadapi masalah khusus atau mendesak yang segera memerlukan bantuan serta penanganan.
Dalam Panduan IDT (1993: 16) pembentukan kelompok harus memperhatikan sebagai berikut:
· Didasarkan pada kebutuhan keluarga miskin untuk meningkatkan kesejahteraan anggota
· Harus dihindari pembentukan kelompok yang dipaksakan
· Dalam wadah kelompok disiapkan wadah kegiatan sosial ekonomi yaitu usaha produktif, pemupukan modal dan penghimpunan tabungan sehingga memberikan manfaat secara ekonomi bagi semua anggota kelompok secara lestari berkelanjutan
· Kelompok dapat merupakan kelompok yang sudah ada atau dapat pula disiapkan, ditumbuhkan, dibina secara khusus oleh aparat desa/kalurahan serta masyarakat setempat.
4. Konsep Jenis Usaha
Jenis usaha ekonomi merupakan kegiatan produksi barang atau jasa yang memberikan hasil atau keuntungan sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggota pokmas dan keluarganya. Bersumber pada Panduan IDT (1993: 24) jenis usaha yang dapat dibiayai dengan dana program IDT adalah jenis usaha yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Cepat menghasilkan, jarak waktu antara pengeluaran yang harus dilakukan dengan penerimaan hasil kegiatan tidak terlalu lama;
b. Mendayagunakan potensi yang ada dan dimiliki oleh desa;
c. Menghasilkan produk yang dapat memenuhi permintaan pasar atau dipasarkan sehingga memberikan nilai tambah;
d. Dapat memenuhi kebutuhan dasar yang sifatnya mendesak dan melibatkan sebanyak-banyaknya penduduk miskin;
e. Memberi hasil dan dapat digulirkan pada seluruh kelompok;
f. Dapat dilakukan dengan cara-cara yang telah dikenal dan dikuasai oleh masyarakat dengan memanfaatkan pengetahuan asli yang telah ada yang secara teknis dapat serta mudah dilaksanakan;
g. Disesuaikan dengan potensi dan kondisi ekologis setempat sehingga tidak merusak kelestarian lingkungan;
h. Saling mendukung dan tidak bersaing dengan kegiatan lain yang dilaksanakan melalui program pembangunan sektoral dan regional;
i. Secara sosial budaya dapat diterima oleh masyarakat.
5. Konsep Besar Dana Diterima
Berdasarkan Inpres no. 5 tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan, program IDT merupakan bagian dari gerakan nasional penanggulangan kemiskinan dengan menyediakan bantuan khusus berupa modal kerja bagi kelompok penduduk miskin yang digunakan untuk kegiatan usaha yang pemanfaatannya dapat dirasakan terutama pemenuhan kebutuhan mendasar keluarga miskin. Falsafah yang mendasari pendekatan program IDT adalah mempercayai penduduk miskin apabila dibantu secara tepat mereka akan dapat mengentaskan diri dari kemiskinan yang mereka alami. Usaha dan kegiatan ekonomi keluarga miskin di desa tertinggal yang dibiayai dengan dana bantuan khusus diatur bersama melalui kelompok-kelompok masyarakat (pokmas). Pembagian dana IDT sebagai modal kerja sangat ditentukan oleh besarnya dana yang dibutuhkan dalam melakukan kegiatan usaha ekonomi yang dipilih terutama bagi anggota pokmas yang belum mempunyai kegiatan usaha akan sulit menentukan pilihan pembiayaan usaha ekonomis dan efesien. Jumlah dana yang dibutuhkan pokmas diputuskan oleh pengurus bersama anggota di desa tersebut. Besarnya modal usaha berupa uang tunai yang diberikan akan
sangat ditentukan jenis usaha yang dilakukan anggota pokmas dan kemungkinan untuk memperoleh keuntungan dalam pemanfaatan dana tersebut, serta kelayakan usaha yang dibangun bukan pemerataan. Adapun yang berhak menerima dana program IDT adalah seluruh anggota pokmas yang ada di desa itu jika yang membutuhkan dana banyak sementara dana tidak mencukupi maka pemberian dana diprioritaskan kepada anggota pokmas yang miskin dan yang paling membutuhkan.
Dengan demikian jumlah dana yang diterima sebagai modal usaha akan sangat mempengaruhi kegiatan usaha yang dilakukan oleh pokmas karena modal kerja merupakan darah segar bagi kegiatan operasional suatu perusahan besar, menengah bahkan sampai usaha kecil sekalipun.
b) Penilaian tingkat keberhasilan program IDT
Penilaian tingkat keberhasilan pelaksanaan program IDT dapat menggunakan acuan sistem evaluasi yang telah dikembangkan oleh BKKBN disesuaikan kondisi setempat antara lain sebagai berikut:
1. Kurangnya jumlah penduduk yang termasuk dalam kategori miskin;
2. Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia;
3. Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya. Meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya adminitrasi kelompok, serta makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain dalam masyarakat. Orang miskin berharap agar kebutuhan dasar akan sandang pangan dapat dipenuhi sehingga mereka hidup layak sebagai manusia. Harapan mereka tentunya tidak pasif tetapi selalu aktif memanfaatkan bantuan yang diterima untuk kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan, memberikan kesempatan untuk bekerja yang menguntungkan sehingga mampu mencukupi rumah tangganya, memperbaiki rumah, membeli perabot rumah tangga, membiayai sekolah anaknya bahkan dapat menabung untuk hari tua.
Bab 3
PEMBAHASAAN
Pada tahun anggaran 1994/95 jumlah pendamping pokmas sebanyak 54.015 orang, yang terdiri dari 50.078 pendamping lokal dan 3.937 pendamping khusus yang berasal dari SP2W. Secara rinci, 1.004 terdiri dari unsur KMA-PBS, sebanyak 200 orang dari unsur SP3, 1.094 orang dari unsur TKMP, 713 orang dari unsur PSK, dan 936 orang dari perguruan tinggi.
Pada tahun anggaran 1995/96 jumlah pendamping pokmas secara kumulatif sebanyak 60.135 orang, yang terdiri dari 56.198 pendamping lokal dan 3.937 pendamping khusus yang berasal dari SP2W. Komposisi pendamping khusus untuk tahun anggaran 1995/96 sama dengan pada tahun anggaran 1994/95 .
Pada tahun anggaran 1996/97 jumlah pendamping pokmas secara kumulatif sebanyak 70.633 orang, terdiri dari 66.696 pendamping lokal dan 3.937 pendamping khusus yang berasal dari SP2W dengan komposisi sama pada tahun anggaran sebelumnya.
a) Pelaksanaan Tahun Anggaran 1994/95
i. Pelatihan dan Penempatan 1.931 SP2W
Pada tahun anggaran 1994/95 PKDT telah melatih dan menempatkan 1.931 SP2W yang ditempatkan pada desa-desa tertinggal parah di seluruh Indonesia. SP2W yang dikelola oleh Bappenas tersebut terdiri dari beberapa unsur yaitu: 1.007 SP2W berasal dari KMA-PBS dan 924 SP2W berasal dari unsur Perguruan Tinggi/Pemerintah Daerah. Dari kegiatan pelatihan pendampingan ini, telah dilatih dan ditampatkan sebanyak 1.931 Sarjana Pandamping Purna Waktu di desa tertinggal parah seluruh Indonesia. Berdasarkan laporan dan pemantauan lapangan diketahui bahwa keberadaan SP2W telah mampu menjadi mitra kerja yang produktif bagi kelompok IDT yang didampinginya. Sebagai mitra kerja SP2W berhasil memotivasi semangat usaha kelompok, dan mampu membina organisasi kelompok menjadi organisasi kelompok yang baik.
ii. Penelitian Kaji Tindak Tipologi Desa
Dalam tahun anggaran 1994/95, melalui bantuan Masyarakat Perhutanan Indonesia (MPI) telah dilaksanakan kegiatan penelitian kaji tindak tipologi desa di 40 desa tertinggal parah seluruh Indonesia. Kegiatan penelitian dilaksanakan melalui kerjasama antara PKDT-Bappenas dengan 27 Universitas seluruh Indonesia. Hasil dari kegiatan penelitian kaji tindak ini adalah rekomendasi tentang pelaksanaan program IDT. Dari rekomendasi yang didapat, selanjutnya digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan program yang telah berjalan dan sebagai pertimbangan untuk menentukan arah kebijaksanaan pelaksanaan program IDT untuk tahun berikutnya.
b) Pelaksanaan Tahun Anggaran 1995/96
i. Pembinaan dan Pemantauan SP2W
Pembinaan dan pemantauan SP2W ini dilaksanakan dalam bentuk pelatihan dengan metode belajar orang dewasa (andragogy). Pelatihan diawali dengan TOT di Palembang, Sumatera Selatan. Kemudian dilanjutkan dengan pelatihan untuk SP2W di 22 lokasi.
Dari kegiatan pelatihan pemandu (TOT) telah berhasil melatih 47 orang calon pemandu yang akan memandu pelatihan pendamping di daerah. Sedangkan dari pelatihan SP2W di 23 daerah telah mampu meningkatkan kemampuan praktis dan teknis SP2W. Hasil lain adalah diperolehnya masukan tentang pelaksanaan IDT di daerah, juga beberapa usulan perbaikan.
ii. Pembayaran Biaya Hidup dan Operasional SP2W
Salah satu kegiatan proyek PKDT dalam pembinaan SP2W adalah menyalurkan biaya hidup dan biaya operasional bagi SP2W KMA-PBS dan PT/Pemda guna mendukung pelaksanaan tugas pendampingan di desa tertinggal parah. Besarnya biaya hidup dan biaya operasional yang diberikan berkisar antara Rp. 200.000,- sampai dengan Rp. 275.000,- per orang sesuai dengan daerah masing-masing. Pembayaran biaya hidup dan operasional ini bekerja sama dengan PT. Pos Indonesia dengan menggunakan fasilitas Wesel Pos Berlangganan (WPL). Melalui kerjasama PKDT dengan PT. Pos Indonesia telah dapat disalurkan biaya hidup dan operasional bagi 1931 SP2W di seluruh Indonesia.
iii. Bantuan Pembangunan Prasarana Fisik Desa Tertinggal Parah
Pada umumnya desa-desa tertinggal terletak pada lokasi yang terisolasi dan minim sarana dan prasarana pendukung. Atas dasar tersebut PKDT menetapkan suatu program bantuan pembangunan prasarana fisik desa tertinggal. Dana bantuan tersebut bersumber dari bantuan Masyarakat Perhutanan Indonesia (MPI).
Pada tahun anggaran 1995/96 telah diberikan bantuan pembangunan prasarana fisik desa tertinggal pada 37 desa tertinggal di 26 propinsi. Bantuan yang diberikan berkisar antara Rp.100 juta sampai dengan Rp. 130 juta per desa. Prasarana yang dibangun berupa: jalan desa, MCK, sarana air bersih, jembatan, dan tambatan perahu.
Dari prasarana fisik yang dibangun, mampu membuka keterisolasian desa sehingga mendukung peningkatan produktifitas perekonomian desa. Di samping itu pembangunan prasarana fisik juga mampu meningkatkan kesehatan lingkungan masyarakat desa.
iv. Penelitian Kaji Tindak Tipologi Desa
Dalam tahun anggaran 1995/96, melalui bantuan Masyarakat Perhutanan Indonesia (MPI) telah dilaksanakan kegiatan penelitian kaji tindak tipologi desa di 40 desa tertinggal parah seluruh Indonesia. Kegiatan penelitian dilaksanakan melalui kerjasama antara PKDT-Bappenas dengan 27 Universitas seluruh Indonesia. Kegiatan penelitian ini merupakan kelanjutan dari kegiatan penelitian kaji tindak tahun 1994/95. Selain penelitian kaji tindak tipologi desa juga dilaksanakan penelitian kaji tindak masyarakat terasing melalui bantuan Bank Dagang Negara (BDN). Penelitian masyarakat terasing dilaksanakan oleh 4 universitas di 4 propinsi.
Hasil dari kegiatan penelitian kaji tindak ini adalah rekomendasi tentang pelaksanaan program IDT. Dari rekomendasi yang didapat, selanjutnya digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan program yang telah berjalan dan sebagai pertimbangan untuk menentukan arah kebijaksanaan pelaksanaan program IDT untuk tahun berikutnya.
c) Pelaksanaan Tahun Anggaran 1996/97
Pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 1996/97 melanjutkan kegiatan pada tahun anggaran sebelumnya, khususnya untuk kegiatan pembinaan dan pemantauan SP2W, dan kegiatan kaji tindak tipologi desa dan masyarakat terasing. Berikut ini beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahun anggaran 1996/97.
i) Pelatihan Pendamping Lokal Daerah Terisolasi
Sarjana Pendamping Purna Waktu (SP2W) yang tersedia saat ini sangatlah terbatas jika dibandingkan dengan jumlah desa tertinggal yang ada. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga pendamping, maka PKDT mengadakan pelatihan pendamping lokal untuk daerah terisolasi. Pelatihan Pendamping Lokal daerah terisolasi merupakan kegiatan penyediaan tenaga pendamping baru untuk daerah Propinsi Timor Timur, dan daerah terisolasi lainnya yaitu: Daerah Tingkat II Kabupaten di seluruh Propinsi Maluku, Kabupaten Sangihe Talaud Propinsi Sulawesi Utara, Kabupaten Banggai Propinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Kepulauan Riau Propinsi Riau, dan Kabupaten Nias Propinsi Sumatera Utara. Dari kegiatan pelatihan pendamping lokal baru pada 9 wilayah kabupaten telah berhasil dilatih dan ditempatkan sebanyak 126 tenaga pendamping baru, yang selanjutnya disebut Pendamping Purna Waktu (P2W).
ii) Koordinasi Pemantapan Pelaksanaan Program IDT
Dari kegiatan pelatihan peningkatan kemampuan pendampingan bagi kelompok masyarakat di 26 wilayah di seluruh Indonesia, telah tersaring sejumlah 314 orang SP2W yang dinilai memiliki kemampuan dan prestasi lebih dibanding SP2W lainnya. SP2W yang terpilih ini perlu diberi pembinaan dan koordinasi agar mampu menjadi Kader Penggerak Pembangunan Masyarakat Desa (KPPMD). Koordinasi Pemantapan KPPMD, yang merupakan kegiatan pembinaan lanjutan bagi SP2W yang mendapatkan tugas sebagai kader. Evaluasi Pelaksanaan Pendampingan SP2W Program IDT sebagai upaya untuk memantau kinerja KPPMD dan temuan-temuan selama mereka bertugas di lapangan.
Dari kegiatan Koordinasi Pemantapan Program IDT diperoleh informasi dan temuan-temuan terhadap pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, khususnya program IDT. Temuan-temuan tersebut selanjutnya dijadikan acuan untuk kebijakan pelaksanaan program IDT selanjutnya. Selain itu kegiatan ini juga telah mampu meningkatkan kemampuan, wawasan, dan keterampilan bagi SP2W sebagai calon kader penggerak membangunan masyarakat desa.
iii) Bantuan Pembangunan Prasarana Fisik Desa Tertinggal Parah
Tahun anggaran 1996/97 telah diberikan bantuan pembangunan prasarana fisik desa tertinggal pada 81 desa tertinggal di 24 propinsi. Bantuan yang diberikan sebesar Rp.115 juta per desa. Prasarana yang dibangun berupa: jalan desa, MCK, sarana air bersih, jembatan, dan tambatan perahu.
Dari prasarana fisik yang dibangun, mampu membuka keterisolasian desa sehingga mendukung peningkatan produktifitas perekonomian desa. Selain itu pembangunan prasarana fisik juga mampu meningkatkan kesehatan lingkungan masyarakat desa.
Bab 4
PENUTUP
Kesimpulan :
Bantuan Inpres desa Tertinggal sangat di butuhkan oleh masyakat untuk menunjang berkembangnya suatu daerah
Saran:
1) Upaya memberi bantuan sesuai dengan kebutuhan desa-desa yang tertinggal agar tidak terjadi kekurangan pada desa tersebut
2) Meningkatkan sarana dan prasarana pada desa-desa di Indonesia di karenakan masih banyak terjadi ketidaklayakan dan dapat lebih mendukung